todozoo.com

todozoo.com – Para alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU) telah menyatakan penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang memungkinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Koordinator kelompok, Heru Prasetia, mengungkapkan keberatan ini dalam konferensi pers daring yang diadakan pada Minggu malam, tanggal 9 Juni.

Kelompok ini, yang terdiri dari 68 alumni Nahdliyin UGM dari berbagai latar belakang seperti aktivis, akademisi, pengajar pesantren, peneliti, budayawan, dan pengusaha, telah merumuskan delapan poin dalam pernyataan sikap mereka. Isi dari pernyataan tersebut mencakup kekhawatiran bahwa pemberian izin pertambangan kepada ormas keagamaan akan merusak integritas dan moral organisasi tersebut serta hanya menguntungkan sekelompok kecil elit di dalamnya, dan pada akhirnya melemahkan fungsi kontrol pemerintah terhadap ormas tersebut.

Poin-Poin Kunci dalam Pernyataan Sikap:

  1. Penolakan Izin Usaha Pertambangan (IUP): Mereka mendesak PBNU untuk membatalkan IUP yang telah diajukan karena hal tersebut akan menjerumuskan NU ke dalam “kubangan dosa sosial dan ekologis.”
  2. Kemandirian Ekonomi: Mereka mendesak agar PBNU memanfaatkan potensi yang ada untuk kemandirian ekonomi tanpa terlibat dalam “bisnis kotor tambang.”
  3. Penegakan Hukum Lingkungan: Mereka mendesak pemerintah untuk menguatkan penegakan hukum lingkungan.

Heru dan rekan-rekannya juga menyoroti dampak negatif dari ekstraksi batubara, termasuk perusakan sosial dan ekologi melalui perampasan tanah, penggusuran, deforestasi, polusi, serta lubang-lubang pasca tambang yang tidak direklamasi. Menurut mereka, ekstraksi batubara di Indonesia adalah sebuah kejahatan yang diperparah oleh korupsi dan kegagalan dalam manajemen dan teknik.

Dalam konferensi yang sama, Wasingatu Zakiyah dari Caksana Institute menyoroti PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Zakiyah berpendapat bahwa aturan yang mengatur pemberlakukan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada ormas keagamaan bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba, yang seharusnya memberikan prioritas kepada BUMN dan BUMD.

Penolakan ini muncul di tengah laporan bahwa PBNU telah mengajukan permintaan izin tambang pertama oleh ormas keagamaan ke Kementerian Investasi/BKPM, yang telah berjanji akan menerbitkan izin tersebut dalam waktu dekat. Alumni UGM NU menekankan bahwa ormas keagamaan seharusnya fokus pada pengawasan dan mitigasi risiko, bukan terlibat langsung dalam operasi pertambangan.