todozoo.com – Jakarta, 20 Mei 2025 – Polemik mengenai revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali memanas. Pemerintah dan DPR RI tengah menggodok perubahan pasal-pasal krusial yang dinilai berpotensi membatasi kebebasan berekspresi masyarakat di ruang digital. Masyarakat sipil, aktivis, dan pegiat media sosial pun mulai menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak revisi ini terhadap hak berpendapat.
Apa Saja yang Diubah?
Revisi UU ITE kali ini menyasar beberapa pasal kontroversial, seperti pasal mengenai pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan penyebaran hoaks. Meski pemerintah menyebut revisi ini sebagai upaya untuk memperjelas dan medusa88 alternatif membatasi multitafsir hukum, banyak pihak menilai pasal-pasal baru tersebut justru memperluas celah kriminalisasi terhadap warganet.
Beberapa poin krusial dalam revisi antara lain:
-
Pasal tentang pencemaran nama baik diperluas hingga menyentuh kritik terhadap pejabat publik.
-
Ujaran kebencian kini memiliki definisi yang lebih luas dan dinilai terlalu subjektif.
-
Sanksi pidana diperberat untuk beberapa pelanggaran yang sebelumnya hanya dikenai denda administratif.
Respons Publik dan Pemerhati Hukum
Organisasi masyarakat sipil seperti SAFEnet dan LBH Pers menyatakan bahwa revisi ini tidak berpihak pada kepentingan publik. Mereka menganggap bahwa ketentuan baru akan memicu efek jera di kalangan pengguna internet dan mempersempit ruang diskusi publik yang sehat.
“Alih-alih melindungi masyarakat, revisi ini justru menghidupkan kembali pasal karet yang pernah dikritik luas,” ujar Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Tak hanya itu, akademisi dan pakar hukum pun menilai revisi ini perlu dikaji ulang secara komprehensif dan melibatkan partisipasi publik secara luas.
Dampak terhadap Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu pilar utama dalam negara demokrasi. Dengan adanya perubahan yang memperkuat unsur pidana terhadap ekspresi digital, banyak pihak khawatir bahwa masyarakat akan menjadi takut untuk mengemukakan pendapat, bahkan dalam bentuk kritik konstruktif.
Apabila tidak diatur dengan hati-hati, revisi ini bisa membuka ruang penyalahgunaan wewenang, terutama terhadap mereka yang vokal menyuarakan isu-isu sosial dan politik.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah menyatakan terbuka terhadap masukan dari masyarakat dan berjanji bahwa proses legislasi akan dilakukan secara transparan. Namun, publik diminta tetap waspada dan aktif mengawal proses revisi UU ini agar tidak menyimpang dari semangat demokrasi.
Revisi UU ITE bukan hanya soal teks hukum, tetapi tentang masa depan demokrasi digital di Indonesia. Penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dan memastikan bahwa kebebasan berekspresi tetap terlindungi tanpa mengabaikan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam menggunakan media digital.